Adaptasi perubahan iklim di sektor pertanian dan efektifitas instrumen fiskal
Perubahan iklim merupakan sesuatu yang sulit untuk dihindari dan memberikan dampak terhadap berbagai segi kehidupan. Pertanian diketahui merupakan sektor yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Di Indonesia, dampak perubahan iklim memiliki implikasi besar terutama bagi ketahanan pangan nasional.
Beberapa studi menyebutkan bahwa tanpa dilakukannya adaptasi terhadap perubahan iklim, produksi tanaman pangan pada tahun 2050 diperkirakan akan mengalami penurunan yang cukup signfikan terutama padi yang merupakan produk pertanian paling esensial untuk masyarakat Indonesia.
Ilmu pengetahuan memang menyisakan banyaknya ketidakpastian dalam memprediksi dampak dari perubahan iklim, termasuk untuk kasus di Indonesia. Sejauh ini, dampak perubahan produksi pertanian karena adanya perubahan iklim, khususnya di Indonesia belum banyak diketahui terutama dampak tidak langsungnya ke perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Akan tetapi, itu tidak menutup urgensi dari upaya analitis agar kita dapat mendapat gambaran, sekasar apapun, prediksi dampak perubahan iklim agar kita dapat mempersiapkan berbagai skenario strategi yang optimal termasuk strategi adaptasi.
Dengan mengacu kepada prediksi penurunan output berbagai komoditi pertanian Indonesia akibat perubahan iklim (seperti padi, jagung, kedelai, tebu, dan kelapa sawit) dari literatur yang tersedia, beberapa simulasi dilakukan dengan model keseimbangan umum. Simulasi menkonstruksi dua skenario adaptasi: (1) Adaptasi alamiah yaitu respon pasar terhadap turunnya output sektor pertanian melalui kenaikan harga, penurunan permintaan, dan realokasi sumber daya dalam perekonomian; (2) Adaptasi dengan kebijakan dimana pemerintah berupaya membantu sektor pertanian dengan instrument fiskal berupa subsidi produksi dengan sumber dana melalui peningkatan pajak dari seckor-sektor lain.
Hasil dari simulasi memberikan beberapa temuan-temuan penting. Perubahan iklim melalui dampaknya terhadap sektor pertanian akan membuat PDB Indonesia turun antara 2.6% sampai 5.6% (tanpa adaptasi melalui subsidi). Penurunan PDB ini terjadi disebabkan bukan hanya penurunan output di sektor pertanian tetapi sektor-sektor lain terutama yang erat kaitannya dengan pertanian seperti industri pengolahan pangan. Ketika pemerintah mengimplementasikan instrumen fiskal berupa subsidi produksi pertanian (25% dari harga) dengan harapan mengurangi tekanan negatif terhadap sektor pertanian, penurunan PDB menjadi lebih besar (2.9% sampai 6.7%). Instrumen fiskal dalam bentuk subsisi produksi pertanian malah memperburuk dampak ekonomi makro dan tentunya kesejahteraan. Mengapa?
Penyebabnya ada dua hal. Pertama, subsidi produksi pertanian dalam rangka adaptasi harus didanai dari sumber lain dan sumber yang paling memungkinkan adalah kenaikan pajak produksi sektor-sektor lainnya. Ini membuat sektor lain harus menanggung biaya subsidi dengan konsekuensi menanggung biaya produksi yang lebih tinggi. Tak dapat dihindari, output akan cenderung menurun. Kedua, adalah sifat dari permintaan produk-produk pertanian itu sendiri. Ketika supply mengalami penurunan akibat perubahan iklim, penurunan harga produk pertanian akibat subsidi tidak dimanifestasikan dengan penambahan permintaan produk yang cukup mengkompenasi penurunan supply karena permintaan produk pertanian bersifat sangat inelastis. Diperlukan subsidi yang sangat besar agar permintaan dapat terangkat cukup untuk merestorasi produksi. Dengan kata lain, instrumen fiskal berupa subsidi produksi pertanian dalam kerangka adaptasi perubahan iklim berpotensi kehilangan efektifitasnya.
Sebagai penutup, kebijakan adaptasi perubahan iklim yang dilakukan melalui penerapan instrumen fiskal subsidi produksi pertanian tidak cukup efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi makro, peningkatan kinerja sektoral dan permintaan rumah tangga. Karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan mendorong alternatif bentuk adaptasi lain seperti pengembangan inovasi teknologi untuk mengurangi kerentanan, atau meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim. Adaptasi dengan melibatkan penggunaan inovasi teknologi, seperti penggunaan varietas yang lebih mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrem, penggunaan bahan-bahan organik untuk meningkatkan kesuburan tanah, dan investasi untuk irigasi, memungkinkan adaptasi terhadap perubahan iklim dapat dilakukan secara efektif.
*) Penulis adalah peneliti di Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Tulisan ini adalah rangkuman hasil penelitian penulis dengan judul “Dampak perubahan iklim dan adaptasinya terhadap Sektor pertanian di indonesia: suatu pendekatan CGE model” yang didanai oleh Economy and Environment Program for Southeast Asia (EEPSEA) dan dikordinasikan dan disupervisi oleh CEDS, Universitas Padjadjaran.